Indonesia
memiliki jumlah penduduk yang tidak sedikit dan hal ini mempengaruhi jumlah
angkatan kerja tiap tahunnya yang makin meningkat. Angkatan kerja tersebut
tentu diperngaruhi oleh faktor-faktor tertentu dalam pengelompokannya. Hal ini
biasanya berdasarkan tingkat pendidikan yang terakhir dienyam oleh angkatan
kerja tersebut. Semakin meningkatnya jumlah angkatan kerja yang ada, otomatis
meningkatkan angka persaingan untuk menduduki suatu posisi tertentu. Maka,
semakin rendah tingkat pendidikan seseorang semakin rendah pula jabatan yang
akan didapatkan di suatu perusahaan atau instansi. Hal pokok yang menjadi dasar
ini semua ialah permasalahan pendidikan yang tidak merata di Indonesia ini.
Pendidikan semakin mahal dan hanya bisa dinikmati oleh masyarakat yang berada
pada kondisi ekonomi menengah keatas. Lalu, bagaimanakah dengan kondisi
pendidikan pada kalangan masyarakat ekonomi mengengah kebawah? Sebagian besar
dari masyarakat tersebut hanya dapat mengenyam pendidikan sampai pada tingkat
Sekolah Menengah Atas. Keadaan tersebut tentu berpengaruh di dunia kerja,
dimana mereka hanya dapat menempati posisi sebagai pekerja atau buruh.

Terkait dengan kesejahteraan buruh
atau pekerja tersebut, permasalahan yang sedang terjadi saat ini ialah mengenai
jaminan sosial yang diperuntukkan buruh tersebut. Pada tanggal 28 Oktober 2011,
DPR RI telah mengetukkan palunya yang menandai sahnya Undang-Undang tentang
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Pengesahan undang-undang ini tentu menjadi kontroversi
karena keberadaan final draft undang-undang ini belum ada pada
saat disahkannya. Hal tersebut tentu menjadi tanda tanya besar dibalik
pengesahan ini, ada apakah dibalik semua ini?
Para kaum buruh atau pekerja ada
yang menentang pengesahan undang-undang tersebut namun banyak juga yang
mendukung pengesahan undang-undang tersebut. Hal ini dikarenakan menurut kaum
buruh atau pekerja tersebut, pengesahan undang-undang ini bukan semata-mata
untuk memberikan dan meningkatkan kesejahteraan bagi buruh atau pekerja,
melainkan sebaliknya, yaitu untuk menurunkan kesejahteraan bagi buruh atau pekerja
tersebut. Sedangkan bagi buruh yang mendukung pengesahan undang-undang
tersebut, mengharapkan dengan disahkannya undang-undang tersebut akan ada
perubahan yang lebih baik bagi pemberian jaminan sosial bagi buruh dan keluarga
khususnya dan rakyat Indonesia umumnya.
Kebijakan
terbaru yang terdapat pada Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ini
yaitu dengan menggabungkan 4 BUMN penyelenggara jaminan sosial di Indonesia,
yaitu PT. JAMSOSTEK (Persero), PT. ASKES (Persero), PT. ASABRI (Persero), dan
PT. TASPEN (Persero). Keempat BUMN tersebut dilebur dan dibagi menjadi dua
yaitu BPJS 1 dan BPJS 2 yang kesemuanya itu nantinya memiliki fungsi yang
berbeda. Peleburan tersebut tentunya tidak mudah dilaksanakan dan perlu
pemindahan data-data pekerja yang telah terdaftar didalam data yang lama.
Hal
ini menimbulkan kekahwatiran dari pihak buruh atau pekerja yaitu dengan adanya
peleburan ini, pekerja khawatir jika pengusaha enggan untuk mendaftar ulangkan
pekerjanya untuk mengikuti program jaminan sosial yang diselenggarakan
pemerintah tersebut. Dengan demikian, jika hal tersebut terjadi tentunya akan
menghilangkan sebagian hak pekerja untuk memperoleh jaminan sosial atasnya.
Jika
ada kewajiban mengenai keharusan pengusaha untuk memberikan jaminan sosial bagi
para pekerjanya yaitu jaminan sosial yang diselenggarakan oleh PT. Jaminan
Sosial Tenaga Kerja (Persero), namun boleh menyelenggarakan sendiri jaminan
sosial bagi pekerjanya jika jaminan sosial tersebut programnya lebih baik dari
yang diselenggarakan oleh PT. JAMSOSTEK (Persero), maka hal tersebut sulit
untuk diwujudkan, karena penyelenggaraan jaminan sosial bagi pekerja diluar
program yang dilaksanakan oleh PT. JAMSOSTEK (Persero) sangatlah mahal dan
selama ini hanya bisa dilakukan oleh perusahaan besar tertentu. Berdasarkan
realita yang ada saat ini bahwa untuk memberikan jaminan sosial bagi para
pekerjanya dengan mengikutkan pada program yang diselenggarakan oleh PT.
JAMSOSTEK (Persero) saja pengusaha masih enggan, bagaimana untuk menyelenggarakan yang lebih baik dan dengan
nominal yang besar juga. Atau ditambah dengan kerumitan birokrasi yang
dilakukan yang dirasakan kurang efektif dalam penyelenggaraan jaminan sosial
ini, yaitu pendaftarannya pada BPJS 1 dan BPJS 2.
Pemberlakuan
kedua badan penyelenggara yang dibentuk tersebut tidak bersamaan. Rencana yang
dibuat oleh pemerintah, BPJS 1 akan diberlakukan pada tahun 2014 sedangkan BPJS
2 akan diberlakukan pada tahun 2016. Hal ini tentu menunjukkan semakin kacaunya
hukum negeri ini dengan pemberlakuan peraturan yang semakin tidak jelas dan
semakin memisahkan jarak antara masyarakat dengan hukum.
Berbicara
tentang jarak yang lebar antara hukum dan masyarakat, maka dapat diketahui
bersama bahwa Prof. Satjipto Rahardjo mengemukakan hal ini pada teori hukum progresif
miliknya. Pada teori hukum progresif tersebut dikemukakan bahwa hukum adalah
untuk manusia dan bukan sebaliknya, munisa untuk hukum. Hukum progresif
merupakan suatu gagasan hukum yang muncul karena melihat keprihatinan terhadap
kondisi hukum di Indonesia. Prof. Satjipto Rahardjo dalam teorinya tersebut
mengemukakan bahwa, yang menjadi pangkal pikiran dari adanya hukum progresif
ini yaitu, hukum adalah suatu institusi yang bertujuan mengantarkan manusia
kepada kehidupan yang adil, sejahtera dan membuat manusia bahagia.[1]
Hukum
progresif ini ingin membebaskan manusia dari keterikatannya dan ketundukan
secara kaku terhadap hukum positif yang berkembang pada zaman modern yang
dianggap kaku terhadap bentuk hitam putihnya. Ketundukan dan keterikatan
manusia terhadap hukum yang telah dikodifikasikan ini terjadi pada abad ke XIX
dimana ada anggapan bahwa tidak akan ada lagi perkembangan hukum selanjutnya.
Hal ini kemudian patah seketika ketika muncul adanya hukum perburuhan di awal
abad ke XX. Prof. Satjipto Rahardjo menyebutkan bahwa munculnya hukum
perburuhan ini tidak dapat didasarkan lagi pemikirannya pada hukum klasik yaitu
pemilikan dalam hukum klasik berarti pemilikan manusia atas barang. Pada masa
industrialisasi buruh merupakan salah satu faktor produksi, dimana kedudukannya
sejajar dengan mesin dan tanah. Hal tersebut tidak seharusnya terjadi dan harus
ada perubahan yaitu mengubah konsep pemilikan lama yang menyebutkna bahwa
pemilikan buruh ialah pemilikan manusia atas barang, melainkan penguasaan atas
manusia. (Renner, 1969; Rahardjo, 2002; Sinzheimer, 1953).[2]
Keberadaan
hukum perburuhan ini secara tidak langsung menyadarkan akan adanya suatu
kelas-kelas sosial yang ada dalam masyarakat. Kelas-kelas sosial yang berlapis
yang ada dalam masyarakat tersebut disebut dengan social stratification yaitu pembedaan masyarakat kedalam
kelas-kelas secara bertingkat. Pembagian masyarakat atas kelas-kelas tersebut
berdasarkan pada dua hal yaitu kedudukan (status)
dan peranan (role). Kedudukan
tertinggi dari kelas ini (upper class)
jumlahnya tidaklah sebanyak jumlah masyarakat yang berada pada lapisan menengah
(middle class) dan lapisan bawah (lower class). Hal ini karena perbedaan
kemampuan dalam bekerja yang berbeda-beda yang nantinya menentukan kedudukan dan
peranan dalam masyarakat. Kedudukan dan peranan yang tertinggi dalam masyarakat
dianggap terpenting dan memerlukan kemampuan dan pelatihan yang maksimal.[3]
Semakin
tinggi kedudukan seseorang dalam suatu struktur sosial, maka semakin orang
tersebut memiliki kekuasaan. Kekuasaan yang ada tersebut dapat dikendalikan
oleh hukum yang berlaku dalam masyarakat tersebut dan tidak dapat dilaksanakan
secara sewenang-wenang. Keberadaan hukum ini tidak terlepas dari struktur
sosial, yaitu hukum dalam keadaan tertentu menyesuaikan diri dengan struktur
sosial, namun kenyataannya masih terjadi hal yang sebaliknya. Hal ini ditambah
dengan mempelajari struktur sosial dapat diketahui bahwa selain hukum, terdapat
pula alat-alat pengendali sosial lainnya yang dalam keadaan tertentu dapat
lebih efektif daripada hukum.[4]
Membahas mengenai kekuasaan, menurut
teori yang dikemukakan Karl Marx dalam Teori Karl Marx I bahwa siapa yang
menguasai negara dan mendominasi hubungan ekonomi, maka akan dapat mendikte
hukum negara dan dapat menguasai suprastruktur negara. Penguasaan atas negara
ini berarti dapat menguasai hukum negara tersebut dengan tujuan dapat
melindungi kepentingannya dan sampai mengorbankan kelompok mayoritas yang tidak
menguasai hal tersebut.
Hal tersebut juga sebagaimana yang
dikemukakan oleh Alan Stone yaitu hukum
itu tidak lebih dari sekedar alat sebuah permainan penuh rahasia diantara dua
atau lebih kelompok yang dominan dalam kelompok yang dominan dalam masyarakat
yang dirumuskan sedemikian rupa untuk melindungi kepentingan mereka yaitu
sebuah proses yang tidak bisa dilihat dipermukaan tapi itu berlangsung.
Berdasarkan pada teori Karl Marx I,
penulis mencoba mengembangkan terori tersebut yaitu dengan mengaitkan kondisi
hukum di Indonesia dengan proses terjadinya hujan. Hal ini memang terdengar tidak
berkaitan satu dengan yang lain yaitu antara hukum negara dan proses terjadinya
hujan, namun penulis mencoba menguraikannya sebagai berikut.
Hujan diartikan sebagai suatu
keberkahan. Jadi, ketika hujan turun maka bersamaan dengan itu turunlah keberkahan
dari Tuhan Yang Maha Esa. Bahkan, disalah satu agama menyebutkan bahwa salah
satu waktu yang tepat untuk berdoa ialah pada saat turunnya hujan.
Hujan merupakan kejadian alam yang
terjadi melalui rangkaian proses hingga dapat turun sebagaimana yang sering
dilihat selama ini. Adapun rangkaian proses terjadinya hujan tersebut antara
lain diawali dengan proses penguapan atau yang disebut dengan evaporasi.
Penguapan tersebut berasal dari perairan yang dipicu dengan panas matahari. Uap
air yang naik ke udara, setelah itu mengalami proses pemadatan atau kondensasi
yang kemudian membentuk awan dan dibantu dengan tiupan angin maka terjadilah
hujan.[5]
Proses tersebut jika dikaitkan
dengan kondisi hukum di Indonesia saat ini, maka perairan ataupun segala macam
sumber air yang dapat menyebabkan terjadinya hujan tersebut dapat diibaratkan
dengan masyarakat yang ada di Indonesia. Kehidupan dalam masyarakat tidak
selamanya berjalan tenang, namun juga banyak terjadi konflik yang ada dalam
masyarakat tersebut. Jika dalam proses terjadinya hujan ini, panas matahari
dianggap sebagai masalah yang menjangkiti masyarakat tersebut yang kemudian
menjadi uap yang diibaratkan permasalahan masyarakat yang mencuat ke permukaan.
Permasalahan-permasalahan yang ada tersebut dikumpulkan dilangit atau dalam
kondisi negara ini, langit tersebut diumpamakan sebagai kekuasaan yang ada di
negara ini, yaitu di Dewan Perwakilan Rakyat yang bertugas mewakili rakyat dan
memiliki kewenangan untuk menyelesaikan permasalahan rakyat dengan membentuk
suatu perundang-undang bersama dengan Presiden. Permasalahan yang telah
terkumpul tadi kemudian diselesaikan dengan dibuatkan suatu undang-undang yang
diibaratkan dengan awan yang berlaku sebagai hukum di masyarakat.
Perundang-undangan yang telah dibuat
yang berlaku sebagai hukum dimasyarakat tersebut kemudian disahkan dan dalam
proses terjadinya hujan mulai ditiup
oleh angin yang kemudian bersamaan dengan itu hukum tersebut berlaku bagi
seluruh rakyat. Maka hujan yang turun tersebut merupakan suatu keadilan yang
turun bagi rakyat dan memberikan rasa
keadilan bagi rakyat.
Kenyataan
yang ada sekarang ini ada metode untuk menghalau hujan turun ke bumi yaitu
dengan metode stabilitas awan, yaitu dengan menggunakan pesawat casa 212 dan
pesawat cesna yang berperan untuk menaburkan bahan higroskopis ke dalam awan.
Ketika aka nada awan yang baru muncul, dimana biasanya tersusun atas 100 butir
air percentimeter kubik dengan ukuran masing-masing 10 mikron, awan tersebut
dapat tumbuh menjadi awan hujan saat menerima tambahan tambahan uap air. Untuk
itu bahan higroskopis ditaburkan kurang dari 30 mikron agar awan tersebut tetap
stabil dan tidak akan turun hujan.[6] Metode
ini dalam pelaksanaannya tidaklah murah atau dengan kata lain butuh dana yang
cukup besar untuk menyelenggarakannya. Tentunya hanya orang-orang tertentu yang
dapat menyelenggarakan metode ini untuk melindungi kepentingannya. Hal ini
dapat dikaitkan dengan Teori Karl Marx I bahwa siapa yang menguasai negara dan
mendominasi hubungan ekonomi, maka akan dapat mendikte hukum negara dan dapat
menguasai suprastruktur negara. Begitupula dikaitkan dengan keberadaan metode
yang dapat menghalau hujan demi keberlangsungan kepentingan sang pemilik kepentingan.
Harga metode yang tinggi ini dapat diibaratkan sebagai penguasaan ekonomi yaitu
hanya orang yang memiliki kemampuan finansial yang lebih lah yang dapat menyelenggarakan
metode penghalau hujan ini dan dapat menghalangi terjadinya hujan yang
diibaratkan sebagai hukum yang turun dan berlaku bagi masyarakat.
Hal
tersebut jika dikaitkan dengan pengesahan Undang-Undang tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial, pengesahan yang dilakukan tersebut dalam kondisi
banyak kepentingan pihak-pihak tertentu didalamnya, dimana ketika undang-undang
tersebut disahkan justru menimbulkan keresahan bagi kaum buruh atau pekerja.
Keresahan ini timbul karena pada saat disahkannya undang-undang tersebut belum
ada draft final dari undang-undang tersebut dan dikhawatirkan akan terjadi
penyusupan pasal didalamnya yang cenderung akan melindungi kepentingan kelompok
tertentu.
Adapun
pembentukan undang-undang ini merupakan amanah dari Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Pada undang-undang tersebut
pasal 5 ayat (2), (3), dan (4) dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum lagi
yaitu pasal-pasal tersebut mengenai badan penyelenggara jaminan sosial hal ini
berdasarkan pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 007/PUU-11/2005 tanggal 31
Agustus 2005, dimana pasal tersebut dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang
Dasar 1945 yaitu dalam pasal tersebut BUMN yang berhak menyelenggarakan jaminan
sosial hanyalah 4 BUMN yaitu PT. JAMSOSTEK (Persero), PT. ASKES (Persero), PT.
ASABRI (Persero), dan PT. TASPEN (Persero) dimana kesemuanaya merupakan
kewenangan pemerintah pusat untuk menyelenggarakan jaminan sosial tersebut. Hal
ini tentu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa
jaminan sosial menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah. Hal tersebut tentu
saja mengingat pula belum meratanya perolehan jaminan sosial yang ada dimasyarakat
tentunya bagi kaum buruh atau pekerja tersebut. Berdasarkan hal-hal tersebut kemudian
diamanahkan untuk menyamaratakan perolehan jaminan sosial disemua lapisan
masyarakat Indonesia yaitu dengan pembentukan suatu undang-undang yang mengatur
tentang badan penyelenggara jaminan sosial.
Pada
hakikatnya seberapa pentingkah suatu jaminan sosial bagi pekerja ini? Suatu
jaminan sosial sebenarnya tidak terlalu diperlukan manakala buruh dan
keluarganya telah terjamin kesejahteraannya. Sebaliknya, di Indonesia
kesejahteraan buruh dan keluarganya masih sangat jauh dan cenderung belum
sejahtera. Oleh karena itu diperlukanlah suatu pembentukan jaminan sosial yang
diselenggarakan dan diperuntukkan bagi kaum buruh tersebut.
Selama
ini penyelenggaraan jaminan sosial bagi buruh yang dilaksanakan oleh PT.
JAMSOSTEK (Persero) masih dirasakan para buruh belum bisa meningkatkan
kesejahteraan kaum buruh tersebut. Hal ini karena perolehan jaminan sosial mereka
selama ini jumlahnya masih sangat kecil. Misalnya saja untuk program jaminan
hari tua, buruh hanya mendapatkan 5,70% dari gaji mereka dengan perincian 3,70%
dibayarkan oleh pengusaha dan 2,00% dibayarkan oleh buruh tersebut.
Keberadaan
UU BPJS ini diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat, diluar adanya
pro kontra yang timbul dimasyarakat tentang keberadaan undang-undang ini.
Keberadaan undang-undang ini juga diharapkan semakin mendekatkan masyarakat
dengan hukum, bukan justru sebaliknya semakin menjauhkan masyarakat dengan
hukum dan berlanjut dengan menimbulkan suatu ketidak adilan bagi masyarakat.
[1] Satjipto
Rahardjo, 2009, Hukum Progrsif Sebuah
Sisntesa Hukum Indonesia, Genta Publishing, Yogyakarta, hlm. 2.
[2]
Ibid, hlm. 60.
[3]
Soerjono Soekanto, 1973, Pengantar
Sosiologi Hukum, Penerbit Bhratara, Jakarta, hlm. 74-75.
[4]
Ibid, hlm. 79.
[5]
http://indooriginal.blogspot.com/2010/12/proses-terjadinya-hujan.html
(diakses pada tanggal 8 Januari 2012).
[6]
http://rohis-facebook.blogspot.com/2011/11/2-buah-alat-teknologi-canggih-sea-games.html
(diakses pada tanggal 10 Januari 2011)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar